Pages

Showing posts with label Mentation. Show all posts
Showing posts with label Mentation. Show all posts

27.2.18

Hanya Ingin Memberi

Semalam aku makan di pinggiran jalan D.Supomo, Tebet. Tempatnya kaki lima yang menurutku lumayan ramai kalau jam pulang kantor. Yang disajikan tempat makan ini adalah makanan khas Suroboyoan. Sehingga, karena tempat nya yang berada dipinggir jalan bahkan memakan pedesterian, banyak pengamen yang wira-wiri memainkan gitar sambil menyodorkan bungkus permen yang besar untuk menampung uang receh dari 'kami' pembeli makanan di Suroboyo an ini.

Ada yang datang seorang laki-laki yang terlihat masih kuat dan sehat membawa gitar. Memainkan lagu dari Dewa19 jaman aku SMP. Beberapa menit memainkan lagu, dia berjalan menghampiri satu persatu meja makan. Kebetulan aku di nomor dua jika akan dihampiri oleh dia. Aku lihat bapak bapak yang duduk di depan ku memberi 1 lembar 2 ribuan dan beberapa koin yang aku tak tau jelas itu koin berapa saja. Aku belum berniat untuk mengeluarkan uang. Hanya saja, tiba tiba aku kepikiran. Apakah benar aku memberi uang ini? Dari sudut mana sehingga aku boleh memberi uang ini? Kemudian aku mengacungkan telapak tangan hingga dimukaku sambil bilang "maaf".

Keesokan harinya, yaitu hari ini aku mulai mencari referensi tentang memberi ke orang lain khususnya pengamen, pengemis, dan peminta-minta lainnya yang banyak ditemui di ibukota. Aku sedikit kurang 'sreg' dengan beberapa jawaban dari sudut pandang yang berbeda.

Bisa kuterima jika alasan memberi ke mereka dilarang karena Haram (misal karena musik Haram dalam islam, dsb) tetapi jika jangan memberi hanya karena "sebener nya mereka itu kaya", "jangan dikasi, nanti buat mabuk-mabukan", dan segala macam persepsi lainnya. Yes, I know fakta fakta itu. Tapi pernah ga sih berfikir ulang, bukankah kita terlalu cepat menyimpulkan sesuatu?

Hatiku mulai tergerak, bagaimana jika kita mengandalkan Allah disini. Semua karna Allah kita lakukan. Sematkan doa di uang maupun barang yang kita berikan ke orang lain. Akupun melakukannya. Aku kesampingkan pikiran-pikiran negatif yang mudah menyimpulkan itu. Aku mencoba melatih simpatiku terhadap orang lain dengan ikhlas.

"Semoga uang ini benar benar digunakan untuk hal kebaikan. Atau, jika orang ini sudah berniat untuk kejahatan , semoga setelah menerima uang ini niat itu tiba tiba hilang. Lalu, dia menjadi insyaf. Keberkahan dari Allah semoga untukku, dan untuk dia si penerima uang itu" Amiiin.


Dan harapanku, lekas ada lembaga yang mampu menampung orang orang yang seperti mereka. Diberikan bekal ataupun diberdayakan untuk melakukan suatu hal yang lebih dipandang tak sebelah mata.
:)

(susi octalana)

6.11.17

Belajar Menerima

Selama menjadi anak rantau ini, aku menerima beberapa pelajaran yang amat teramat banyak. Satu hal yang aku pelajari dan ingin aku share adalah tentang belajar menerima suatu keadaan atau mungkin hal yang tidak sesuai dengan ekspektasi diri kita. Ah, susah dimengerti ya. Atau begini saja, aku berikan gambaran tentang hal sederhana dimana ini adalah belajar menerima versiku:

Aku menyukai bertanam. Lalu aku mendapatkan sebuah bibit tanaman tetapi tidak tahu itu tanaman apa. Aku menanamnya dan merawatnya penuh kasih sayang. Hingga suatu ketika, aku menyadari bahwa itu adalah bibit tanaman durian. Dimana, aku sangat benci sekali dengan durian karna aroma dan mungkin rasa. Pada akhirnya, pohon tersebut berbuah dan buah nya terjatuh melukai aku.

8.10.17

haruskah menjadi cantik?


Terkadang, khususnya untuk perempuan, kecantikan bisa menjadi tambahan nilai untuk beberapa hal. Seperti untuk tes pekerjaan ada beberapa perusahaan yang menitik beratkan pada rupa. Pernah bukan membaca lowongan pekerjaan yang tertulis persyaratan "berpenampilan menarik"?
Sebenarnya, tuntutan wanita harus cantik merupakan opini yang sudah ada sejak dulu.
Yang jadi pertanyaan adalah apa arti cantik sesungguhnya atau bagaimana cara untuk menjadi cantik itu sendiri?
Kulit putih? Rambut panjang? Alis sulam?
Kalau seperti itu dasarnya, ingin menjadi cantik atau menjadi orang lain?

Bahwasannya pendapat orang tentang cantik itu berbeda-beda, itulah mengapa kita harus paham betul apa cantik versi kita. Aku sendiri menganggap cantik itu jika seorang wanita tampil elegan dengan aura yang memancar, berjalan dengan tegap dengan pakaian super rapi, dan tanpa bau badan. :)
Tetapi aku mulai memahami beberapa hal, pengertian cantik menurutku diatas berhubungan dengan nafsu manusia. Sehingga, aku sedikit demi sedikit terpikir bahwa wanita itu cantik itu dari hati.
Cantik yang sesungguhnya itu tampil elegan dengan aura yang memancar, kecerdasan dan kerendahan hati yang berpegang teguh pada akhlak mulia. Kalau hanya tampilan luar saja, orang akan menilai kecantikan dengan nafsu mereka akan tetapi jika kita juga membangun kecantikan dari dalam hati, InshaAllah masyarakat akan melihat wanita dengan martabat yang tinggi. Amiin.

Oh ya, cara jadi wanita cantik itu mudah kok, kalau kita bisa mengerti maksud dari arti cantik itu sendiri. Dari pendapatku tentang pengertian cantik diatas, aku menyebut diriku cantik dari hati jika:

- Memulai semua dari Hati
Aku mulai mencintai diriku sendiri. Bersyukur atas segala sesuatu yang telah diberi oleh-Nya juga merawatnya. Jadi, sebenarnya jika ada wanita yang ke salon kecantikan untuk perawatan, menurutku jangan dipandang negatif dulu menghabiskan banyak uang. Kemungkinan besar, mereka bersyukur atas ciptaan-Nya dan merawatnya dengan baik. Nah, jika yang belum mampu untuk ke salon kecantikan, merawat diri di rumah juga tidak kalah baik.
Aku pernah melihat quotes dalam sebuah drama film yang intinya "Tidak ada wanita buruk di dunia ini, yang ada adalah wanita pemalas"
So, let's think about it!


- Mengeluarkan Aura Cantik dengan tersenyum
Dunia adalah perhiasan, sebaik baik nya perhiasan dunia adalah wanita Sholihah
Nah, HR Muslim tersebut kita sudah sering banyak mendengarnya bukan? Untuk itu kita harus menjaga kehormatan kita dengan baik. Karna itu adalah inti dari kecantikan kita. Tak perlu dengan kosmetik tebal, kulit plastik, dan hidung mancung. Secara hadits saja, kita adalah perhiasan. Cukup gunakan make up sederhana sesuai sunnah Rasul yaitu tersenyum ikhlas.
Tersenyumlah

6.10.17

Terbiasa Hidup Di Zona Nyaman - Bayangan Jakarta Di Bom

Siang siang disamperin oleh mas Kantor. Tiba-tiba dia menanyakan hal yang sebelumnya sudah pernah aku bayangkan. Dia bertanya kepadaku "apa jadinya ya sus (satu satu nya yang manggil aku susi di kantor), kalau misalkan di situ, bakalan di jatohin bom atom seperti di Hiroshima dan Nagasaki"
Dia nunjuk di pemukiman warga dan juga gedung gedung tinggi di sebelah kantorku. Kurang lebih penampakannya seperti berikut.



Aku diam sejenak, aku berpikir dalam waktu sekitar 3 detik lalu kemudian menertawakan ucapannya. "Hahahahaaa..." dan aku yakin, pasti dia sekarang sedang membaca tulisan ini. "Kalau mau tau jawabannya, coba ntar aku tulis. Aku tak mikir dulu"

4.10.17

Ada Yang Salah Jika Semua Terasa Murah

Belanja pakaian sebulan sekali? Ok.
Belanja merk papan atas? Ok.
Makan mahal di Mall tiap hari? Ok.


Serius, itu ada yang salah sama kamu jika merasa apa yang kamu beli itu murah. Makan di mall dengan harga 50ribu dimana dengan menu yang sama, lebih enak dan lebih banyak di warung pinggiran seharga 20ribu lalu terasa biasa aja, I swear that's something wrong with us. Kecuali nih ya, kalo emang itu sekali dua kali dalam sebulan. Tapi kalau keterusan? Ditambah tanpa ada beban sama sekali, waaaaw, RICH PEOPLEEE! (dalem hati: Amiiin).

Penyebab ingin menulis ini gegara temanku yang chat dan sedih banget harus makan bareng di sebuah mall dengan level kemahalan tingkat ke dua di restoran itu. Ini nih, sifat yang jarang banget aku temuin buat anak-anak sosial. Haha. Saat itu pula, aku ke-flashback ingatan ketika masih sekolah dasar di sebuah perkampungan di Malang. Bisa dibilang, aku dulu itu orang yang gatau apa apa soal produk baru atau sesuatu yang sifatnya hiburan. Makanya kalau sekarang di tahun 2017 ini ada temen-temenku yang bilang "lo itu kan dulu mainan ini, itu kan aku pernah punya, dan lain lain", jujur aku gatau itu apa. Bahkan 'tamagochi' permainan se hits itu aku dulu ga punya. Kenangan masa kecil ku kayaknya kurang banyak. Huhu. Juga nih, aku terbiasa dengan menggunakan barang yang dibelikan orang tua ku dan aku pakai terus menerus hingga rusak. Misal, Sepatu sekolah warna hitam merk ATT, Carvil, atau HomyPed yang dibeli di pasar deket rumah. Tau sendiri kan itu harganya berapa. Aku hanya punya satu itu saja untuk aku pake ke sekolah. Aku beli lagi atau dibelikan kembali kalau sudah rusak, bener bener bolong dan ga berbentuk yang ga bisa diperbaikin lagi. Karna itu dibelikan orang tuaku, otomatis aku gatau tuh harga sepatu berapa an. Berlaku juga untuk tas, tempat pensil (tepak), baju, dan celana. Pokoknya semua barang yang bisa beli lagi kalau sudah rusak.

Selang beberapa tahun, ketika akhirnya aku masuk remaja atau SMA, aku merantau ke kota Malang. Walaupun cuma 1 jam perjalanan naik bus atau kereta, tapi kehidupan sangat berbeda sekali dengan kampungku. Aku mulai kenal dengan teman teman yang secara look, lumayan waaw lah. Disini aku mulai tau harga sepatu, harga tas, harga baju, dsb. Aku mulai tertegun ketika teman temanku membeli itu semua sewaktu waktu. "Kalau ada yang suka, ya beli". Segampang itu kah?

Oke, mereka emang dari keluarga yang bisa di bilang berkecukupan banget dan itu pun juga hak hak mereka membeli barang barang itu semua. Cuma yang aku sesali disini adalah aku ikut mengalir dengan mereka dan terbiasa dengan harga harga yang terlampir pada barang barang itu. Sekali, aku merasa menyesal membeli sebuah sepatu yang tidak sesuai dengan peraturan sekolahku. Aku masih inget merk apa. Kedua kali, aku membeli baju lengan panjang. Ketiga, Keempat, dan seterusnya aku sudah mulai tidak merasa harga harga yang terpampang itu berarti. Mindset ku sudah mulai, "Kalau ada yang suka, ya beli". Akibatnya, aku sering hemat hemat buat beli apa yang aku pengen in. Ini berangsur hingga aku kerja tahun-tahun awal di Jakarta. Kota yang lebih kota banget dari kota Malang.

11.9.17

Never Say Goodbye

Perjalanan seseorang buat mencari ga pernah berhenti. Pernah juga lama terhenti pada satu titik karna dianggap sebagai zona aman untuk berhenti. Tetapi ternyata lama kelamaan akan terasa bahwa zona itu paling bahaya untuk ditinggali.

Membaca kalimat ringan ini,

"Aku benar-benar buta.
Tuli.
Dan bisu.
Aku tidak bisa melihat, dan mendengar apa yang benar-benar kamu rasakan. Yang aku lakukan hanyalah diam membisu. Tak bergerak hati ini untuk menanggapinya dengan serius."

membuatku menganggapnya sebagai alat cambuk bahwa tak selamanya seseorang bisa berjalan dengan keinginan dan tujuan yang sama. Dengan begitu apakah aku bisa marah? Pasti. Aku marah merasakan rasanya disia-sia kan setelah sekian lama. Cuma aku bisa apa. Sama sama manusia. Dengan pikiran yang abstrak dan berbeda. Menghela nafas panjang...

Belajar dulu yang giat.
Baca buku,
satu buku, dua buku, tiga buku,
sepuluh buku, dua puluh buku, tiga puluh buku,
Lihat dunia di sekelilingmu dengan pikiran yang adil.
Berikan keburukan di setiap kebaikan yang kamu lihat,
dan berikan kebaikan di setiap keburukan yang kamu lihat.
Sadarilah bahwa hitam adalah abu-abu yang sangat gelap dan putih adalah abu-abu yang sangat terang.
Mengertilah sekitarmu,
maklumilah sekitarmu.
Maka,
ketika seseorang menamparmu,
kamu tidak marah,
tetapi khawatir akan orang tersebut dan bertanya, "Ada masalah apa?"
ketika seseorang memakimu,
kamu tidak marah,
tetapi menyimak dengan seksama sembari kamu bersiap untuk memperbaiki diri.
Ketika kamu tidak lagi melihat dunia hanya dengan matamu,
ketika kamu mulai melihat dunia dengan matamu dan orang-orang di sekitarmu,
datanglah kepadaku.
Kemudian kita berbincang,
tentang diri kita, tentang dunia, tentang ide-ide dan imajinasi-imajinasi yang terpendam,
kamu kuajari,
aku kauajari,
menjadi teman,
menjadi sahabat.

Mengutip kalimat seorang stranger di internet (PalakieNevermore)