Pengalaman Quarter Life Crisis - Terima kasih Pengalaman! |
Tahun silver. Bagiku.
Menuntaskan Quarter Life Crisis! Always Smile! |
Menuntaskan Quarter Life Crisis! Always Smile! |
Yak, tempat lain Toilet Selfie! |
Terima kasih Zaqi! Baik! Aliran Contreng Oranye! |
Terima kasih tim -IlmuOne Data. |
Dampak Setelah Quarter Life Crisis - 164cm/50kg HAHAA |
Now Playing: Maroon5 - Memories.
Membuat mood meningkat ketika menulis ini. Hihi.
Teman-teman, saya berusia 25 tahun. Kalau di inner circle ku, I'm the oldest. Sekitarku rerata usia 19-24 tahun. Bahkan my boyfriend aja 24 tahun.
But, it's alright. Tua bukan berarti jiwa ikut menua. Aku tetap berusaha menjadi orang yang selalu berjiwa muda dan bersemangat.
Terima kasih teman-teman yang sudah mengucapkan baik dengan social media, chat, maupun secara langsung. Juga secara diam dengan doa, terima kasih. Semoga doa-doa baik dari teman semua di ijabah Allah. Amiin.
Aku selalu berusaha menjadi pribadi yang lebih baik. Pikiranku selalu menekankan hal seperti itu. Susahnya adalah ketika tak ada yang mengingatkan kalau aku dijalan salah, sehingga aku selalu butuh orang sekitar untuk menampar sedikit keras karena jiwaku yang kaku ini butuh lebih keras untuk menyadarinya. Apalagi perjalanan menuju usia 25 tahun ini sangat-sangat berat kalau aku tak ada teman ber-curah. Ingin sedikit berbagi dengan keadaan kemarin dimana orang-orang sering menyebutnya dengan Quarter Life Crisis. Jadi, apa sih itu?
Menurut yang aku cari di internet, idntimes, masa di mana seseorang yang berusia 25 tahunan mempertanyakan hidupnya. Di masa yang merupakan puncak kedewasaan seseorang ini, orang mulai meninjau kembali masa lalunya, apa yang telah ia lakukan, apa yang ia dapatkan, dan bagaimana kehidupannya di masa datang.
Sedangkan apa yang aku rasakan di masa itu adalah aku merasa tidak berguna. Benar-benar ga penting dan ga ada yang bisa aku lakukan. Mari coba aku list saja apa yang aku rasakan kemarin.
1. Karirku.
Aku itu, ingin setelah lulus kuliah diangkat menjadi karyawan tetap dikantorku sebelumnya. Tetapi aku sadar, aku siapa. Aku hanyalah anak outsourcing yang kebetulan beruntung bekerja di perusahaan sebesar itu. Kebetulan juga, hanya aku yang bisa menempati posisi itu di antara pesaingku 5 tahun lalu (or more). Saat aku mempertanyakan itu, aku sadar, aku ternyata bukan siapa-siapa. Aku bisa saja digantikan orang lain karena skillku , juga bukan apa-apa. Aku mulai malas bekerja. Sering datang terlambat, yang benar-benar terlambat. Aku emosi. Sering sekali aku melampiaskan ke orang sekitarku. Termasuk pasangan. I feel no one knows what I feel. Makanya, saat itu aku memutuskan untuk mengakhiri kontrak tanpa tau akan bekerja dimana. Terlalu terburu-buru sih, tetapi, aku sudah tidak sanggup menjadi orang yang ga ada masa depan di posisiku itu. Aku mencoba banyak hal, mencari perusahaan besar, karena ambisiku adalah ingin di cap imej, aku dapat perusahaan besar dan posisi bagus daripada posisiku saat itu. Aku ingin mendapat pengakuan. Ingin mendapat yang lebih daripada posisiku saat itu. Kalau dipikir sekarang, aku merasa malu. Karena itu adalah marah pada diri sendiri.
2. Bukan apa-apa.
Setelah nomor 1 itu, aku mulai mencari banyak pekerjaan. Aku merasa aku bisa. Lolos dengan mudah. Aku merasa aku cukup. Tapi ternyata, setelah aku keluar dari zona ku, yang tidak pernah aku lakukan selama 5 tahun, aku malu pada diriku sendiri. Ternyata aku sebodoh dan sekecil itu pergaulanku. Hanya berkutat pada perusahaan besar di Indo. Apa yang perusahaanku sebelumnya anggap keren, ternyata aku adalah orang yang bukan apa-apa di luar. Kebetulan saja di perusahaan itu aku sendiri yang bisa. Aku drop. Aku banyak gagal. Meski perusahaan kecilpun, tak ada yang mau dengan aku. Aku ga bisa apa-apa. Aku menyesal dengan diriku sendiri. Ga mau belajar disaat aku luang. Yang aku lakukan hanya kerja-kerja-kerja. Ga mau cari hal baru menantang skill.
3. Finansial dan Pengangguran.
Nomor 1 dan 2 itu berdampak aku menjadi pengangguran. Kontrak abis. Pekerjaan yang aku harapkan( BUMN tahap akhir) ternyata menolakku dengan alasan yang tak aku tahu. Semua rencanaku gagal. Aku merasa sendirian. Merasa aku ini ga ada apa. Aku tak beruang. Aku tak ada tabungan. Aku menangis sejadi-jadinya. Yang aku lakukan adalah pulang ke rumah dengan perasaan malu. Tau sendiri kan, di kampung, kalau lebaran sering ditanyain yang ga penting, semacam kerja dimana, dsb. Orang tuaku menenangkan ku, "nduk, kan kamu mau S2" makin parah insecure ku. Aku ga ada uang untuk S2. Aku hanya mengandalkan uang pesangon dari asuransi dan ex-office. Itupun, uangnya bukan buat aku. Tapi buat orang lain. Aku ada apa. Aku benci dengan diriku sendiri. Kenapa dulu aku ga menabung atau kenapa aku dulu ga ada kepikiran untuk pelit dengan orang lain supaya aku kaya sekarang. Lagi-lagi, kalau aku memikirkan pikiran itu sekarang aku merasa bersalah dengan orang yang telah aku bantu. Aku merasa kurang bersyukur bahwa aku ini diberi kesempatan Tuhan untuk mendapat pahala dengan berbagi.
4. Kesepian.
Aku kesepian saat mulai pengangguran. Di kos aku hanya belajar dan mencari lowongan. Ga ada yang memanggilku. Ga ada yang tertarik dengan CV ku. Aku menginginkan serba instan. Jahat kan?
Aku merasa orang lain ga ada yang paham dengan aku, bahkan Zaqi aja aku anggap ga pengertian karena terlalu menuntut untuk mengerti dia. Padahal dia terlalu baik. Selalu mendengarkan curahanku, selalu kasi makan aku disaat aku tak ada tabungan itu. Dia sangat-sangat super. Tapi apa yang aku lakukan, hanya diam dan ga mau cerita apa yang aku rasakan. Aku hanya menyalahkan dia karna ga mau pengertian. Temanku, Wungu, pun juga pergi ke rumahnya. Vike, begitu. Dia menikah dan kembali. Nisa, menikah. Semuanya, seperti meninggalkan ku. Padahal lagi-lagi, kalau dipikir logis ini keterlaluan insecure nya.
5. USIA!
Nah ini. 1,2,3,dan 4. Itu semua karena aku merasa aku udah usia segini dan melihat orang sekitar dengan pencapaian yang keren di usia ku atau bahkan lebih muda. Aku masih jadi anak outsource atau bahkan masih pengangguran. Sedang yang lain, sudah mencapai posisi tertentu. Sudah memiliki usaha sendiri. Apa yang aku lakukan 5 tahun ini? Aku cuma apa. Sombongkah? Cukupkah?
Baca Juga: Skin Care Terbaik Setelah Lepas Cream Dokter (irreplaceable skincare)
Setelah aku menyadari semua yang aku rasakan ini, aku mencoba mempelajari hal-hal dengan pikiran lain. Coba mencari sudut pandang lain. Dengan aku dirumah, aku belajar dari ibuku, bapakku, ataupun keluarga dan tetangga dekatku. Mereka bekerja keras hanya untuk bertahan hidup. Bekerja keras untuk orang lain, entah istri,suami, anak, adek, orang tua. Mereka bekerja keras dengan waktu yang aku bingung, kenapa mereka bisa bekerja selama itu padahal aku cuma 8 jam 5 hari. Aku juga datang ke temanku yang sakit, dia bekerja 13 jam 6 hingga 7 hari seminggu. Aku? Aku cuma bisa menyalahkan dan mengeluh ke diri sendiri. Apa sih yang seharusnya aku lakukan.
YAPS, BERSYUKUR!
Aku mulai bangkit. Aku pengangguran memang, maka aku akan menikmatinya. Quality time bersama bapak-ibuk. Mencari ilmu baru. Memperbaiki CV dan linkedin. Juga tak lupa, menghibur diri dengan olahraga setiap pagi. Rasanya, perasaan ga penting nomor 1 sampai 5 itu hilang. Aku bahagia. Aku merasa cukup. Aku merasa kaya. Melihat orang lain sukses, aku justru merasa "ya wajarlah, mereka berusaha lebih keras dari aku".
Targetku, bukan lagi perusahaan besar. Di doaku, aku ingin mendapatkan ridho dan berkah di perusahaan baru. Aku ingin pintar ga cuma sekadar dapat uang dari gaji.
Alhamdulillah, dengan perusahan ini, aku merasa begitu. Bismillah.
Aku merasa cukup. Kalau dibayangkan, ini bukan perusahaan impian,ini perusahaan kecil se-kali. Ini tak terkenal. Tapi entah mengapa, aku merasa bahagia. Aku merasa kaya dalam hatiku. Aku jadi mudah menerima pelajaran baru, ga merasa sok pintar lagi. Aku merasa, aku sering bahagia hanya karena hal kecil. Tidak mudah kena dampak 'baper' karena hal kecil. Aku merasa aku baik-baik saja.
Bagaimana?
Apakah ini berguna bagi teman teman?
tolong dong, share juga pengalaman quarter life crisis-nya di komentar ya. Aku suka membaca :)
-susi octalana-
Apa yang perusahaanku sebelumnya anggap keren, ternyata aku adalah orang yang bukan apa-apa di luar.
ReplyDeleteLiterally me.
Sesungguhnya memang perusahaan besar itu hanya imej dan biar enak aja kalau ditanya kerja dimana, semua orang tau aku kerja di Mana. Tapi ya itu, aku merasa nothing kok. Pernah juga waktu itu putus kontrak, ternyata cari kerja diluar itu susah.
Nah setuju. Sebenernya ketika kerja. Kita juga harus nambah skill diluar pekerjaan.
Bersyukurlah aku suka nulis. Menghasilkan atau enggak. nulis Blog buatku itu semacam meditasi dari dulu. hehehehe
Eh iya bener lho.
Kadang yang aku anggap kecil (Karena aku outsource), itu tuh masih jauh lebih besar daripada penghasilan guru di desa (dimana keluargaku adalah keluarga guru). Yha.. betapa.
betapa kurang syukurnya aku kalo lagi insyekyuuur.. Inget orang rumah.
mereka aja bisa.
Mereka usahanya luar biasa.
Kenapa aku ngeluh mulu, padahal hobinya ya rebahan aja.
Susyii semangaaat! Sebenernya semua emang sawang sinawang aja. Umur-umur segini ini masa-masa suka banding2in hidup dengan orang temen sepantaran, beda ya sama pas sekolah dulu yang semuanya berasa mirip sejalur. Kalo udah lulus tuh jalannya udah beda-beda dan nggak jarang bikin kemudian menjadikan itu sebagai parameter kebahagiaan.
ReplyDeleteAku pas pertama banget pulang ke malang juga sering merasa bukan apa apa banget, sedih karena tiba-tiba kayak ga punya arah tujuan, ngerasa kerja di malang tuh beda bgt sm di jkt. Bahkan pas mulai usaha sendiri dulu (..pas pictalogi) juga sering mersasa pengen ngantor aja yg gajinya cepet banyak kayak anak2 lainnya.
Tapi yaaa... nikmat emang ada ketika bersyukur. Dan efek dari menikmati itu bisa bikin makin semangat dalam menjalani proses sehingga hasilnya juga bakal maksimal
Selamat menikmati stage hidup saat ini sus, jangan lupa bahagia <3 <3